Valentine’s Day Dalam pandangan Islam
(Tinjauan Historis dan Aqidah)
Keinginan untuk
ikut-ikutan memang ada dalam diri manusia, akan tetapi hal tersebut menjadi
tercela dalam Islam apabila orang yang diikuti berbeda dengan kita dari sisi
keyakinan dan pemikiran. Apalagi bila mengikuti dalam perkara akidah, ibadah,
syari’at dan kebiasaan.
Memasuki bulan
Februari, kita selalu menyaksikan media massa, mal-mal, dan pusat-pusat hiburan
bersibuk-ria dan berlomba-lomba untuk menarik perhatian para remaja. Tepat pada
tanggal 14 Februari, tidak sedikit di antara mereka berhura-hura
menggelar pesta perayaan hingga larut malam, bahkan ada juga yang di dalamnya
berlangsung pesta seks bebas. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal
yaitu ‘’Valentine’s Day’’. Biasanya mereka saling mengucapkan, “Selamat
Hari Valentine”, berkirim kartu dan bunga, saling curhat, saling
bertukar pasangan, menyatakan sayang atau cinta karena beranggapan, bahwa saat
itu adalah “Hari Kasih Sayang”.
Sekelumit tentang Valentine’s day
Perayaan Valentine’s
day tiada lain adalah hanya untuk menghormati dan mengkultuskan st. Valentine
yang dianggap Martir yang mati dibunuh pada tanggal 14 Februari 269 M (sumber
lain menyebutkan 270 M) dan juga dianggap sebagai seorang utusan dan uskup yang
dimuliakan. Pengambilan istilah itu juga dikaitkan dengan Lupercalia(*),
upacara keagamaan orang Romawi Kuno dan juga bahwa burung-burung kawin pada
tanggal tersebut.
(*) Lupercalia
merupakan upacara keagamaan (ritual) yang dilakukan oleh orang-orang Romawi
kuno yang dilaksanakan setiap tahun untuk menyembah dewa Lupercus, yang oleh
mereka dianggap sebagai dewa kesuburan, dewa padang rumput dan pelindung
ternak. Sebagai suatu upacara ritual kesuburan, Lupercalia juga dihubungkan
dengan penghormatan dan penyembahan kepada dewa Faunus sebagai dewa alam dan
pemberi wahyu. Upacara atau festival tersebut dipimpin dan diawasi oleh suatu
badan kegamaan yang disebut Luperci dan para pendetanya disebut Luperci.
Setiap upacara
Lupercalia dimulai dengan mengorbankan beberapa ekor kambing dan seekor anjing
yang dipimpin oleh para Luperci. Upacara tersebut dilakukan di dalam sebuah gua
bernama Lupercal, berada di bukit Palatine, yang merupakan salah satu bukit di
kota Roma. Setelah itu dua orang Luperci (dalam sumber lain dua orang pemuda)
dibawa ke sebuah altar, kemudian sebuah pisau yang berlumuran darah disentuhkan
pada kening mereka dan darah itu diseka dengan kain wool yang telah dicelupkan
ke dalam susu. Setelah itu kedua orang tersebut diharuskan tertawa.
Kemudian para luperci
memotong kulit kambing yang dikorbankan dan dijadikan cambuk.Kemudian mereka
berlari dalam dua geromboloan mengelilingi bukit Palatine dan tembok-tembok
kuno di Palatine, mencambuki setiap wanita baik yang mengikuti upacara maupun
yang mereka temui di jalanan.Para wanita yang menerima cambukan itu dengan
senang hati karena menurut mereka cambukan itu dapat menyebabkan atau
mengembalikan kesuburannya dan melahirkan dengan mudah.
Upacara Lupercalia
ini terus berlangsung sampai pada masa pemerintahan Kaisar Constantin Agung
(280 – 337 M).Kaisar Romawi ini adalah kaisar pertama pemeluk agama
Nasrani.Lewat masuknya agama Nasrani itu dan berbagai jalan yang ditempuhnya,
dia memegang peranan penting dalam hal merubah agama yang dikejar-kejar dan
diancam sebelumnya menjadi agama yang dominan (bersifat nasional).Pengaruh
agama nasrani semakin meluas di kerajaan Romawi dan Dewan gereja memegang
peranan penting di bidang politik.Pada tahun 494 M, Dewan Gereja di bawah
pimpinan Paus Gelasius I merubah bentuk upacara Lupercalia menjadi perayaan
purifikasi (pemurnian/pembersihan diri). Dan pada tahun 496 M, Paus Gelasius I
mengubah tanggal perayaan purifikasi yang berasal dari upacara ritual
lupercalia dan tanggal 15 Februari menjadi tanggal 14 Februari.
Sedangkan yang di
maksud dengan Martir adalah orang yang dianggap mati sebagai pahlawan karena
mempertahankan kepercayaan (agama). Kini kita sudah tahu agama apa yang
dipertahankan olehnya. Bagaimana kita bisa turut serta pada hari yang
ditetapkan untuk menghormati orang yang mempertahankan agama yang bukan Islam. Dan
bila dikaitkan dengan upacara Lupercalia, maka ini juga sangat jauh dari
syari’at Islam, bahkan penuh dengan kesyirikan yang merusak tauhid.Lihatlah
bagaimana upacara tersebut dilaksanakan untuk menyembah dewa-dewa. Padahal
tidak ada yang berhak disembah selain Allah SWT.Belum lagi keyakinan batil
tentang pengaruh cambukan yang dapat menyebabkan atau mengembalikan
kesuburan.Padahal tidak ada yang kuasa untuk memberi kesuburan pada seseorang
sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya, “Atau Dia menganugerahkan kedua
jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan Dia
menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki.Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui
lagi Maha Kuasa.” (QS. Asy-Syuura 42)
Cukupkanlah diri kita
dengan apa yang telah diturunkan Allah SWT. dalam Al-Qur’an dan yang diajarkan
Rasulullah SAW. kepada umatnya, Karena kasih sayang di antara sesama muslim
jauh lebih indah dimana Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perumpamaan orang
mukmin di dalam saling mencintai, saling mengasihi dan saling menyayangi adalah
bagaikan satu jasad, jika salah satu anggotanya menderita sakit maka seluruh
jasad merasakan (penderitaannya) dengan tidak bisa tidur dan merasa panas.”(HR.
Bukhari dan Muslim).
Merayakan Valentine’s Day Dalam
pandangan Islam
Rasulullah telah
melarang umatnya mengikuti tata cara peribadatan selain Islam dan segala
sesuatu yang menjadi kekhususan mereka dan agama mereka, beliau bersabda,“Barangsiapa
meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari kaum tersebut.” (HR.
At-Turmudzi).
Valentine’s day adalah
salah satu contoh hari besar di luar Islam yang pada hari itu sebagian kaum
muslimin ikut memperingatinya, terutama kalangan ramaja dan pemuda. Padahal
Valentine menurut salah satu versi sebuah ensiklopedi- adalah nama Pendeta
St. Valentine yang dihukum mati karena menentang Kaisar Claudius II
yang merlarang pernikahan di kalangan pemuda
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah berkata, “Memberikan ucapan selamat terhadap
acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa
perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa
mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang
mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu
merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan
mereka yang menyekutukan Allah SWT.
Banyak orang yang
terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut.
Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat,
bid’ah atau kekufuran. Padahal dengan itu ia telah menyiapkan diri untuk
mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala.
Di antara dampak
buruk menyerupai mereka adalah: ikut mempopulerkan ritual-ritual mereka
sehingga terhapuslah nilai-nilai Islam. Dampak buruk lainnya, bahwa dengan
mengikuti mereka berarti memperbanyak jumlah mereka, mendukung dan mengikuti
agama mereka, padahal seorang muslim dalam setiap raka’at shalatnya telah
membaca ayat, yang artinya,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus,
(yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka;
bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
(Al-Fatihah:6-7)
Bagaimana mungkin ia
memohon kepada Allah SWT. agar ditunjukkan kepadanya jalan orang-orang yang
mukmin dan dijauhkan darinya jalan golongan mereka yang sesat dan dimurkai,
namun ia sendiri justru menempuh jalan sesat itu dengan sukarela.
Lain dari itu,
mengekornya kaum muslimin terhadap gaya hidup mereka akan membuat mereka senang
serta dapat melahirkan kecintaan dan keterikatan hati. Allah subhanahu wa
ta’ala telah berfirman, yang artinya,
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain.
Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya
orang itu termasuk golongan mereka.Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang yang zhalim.” (Al-Maidah:51)
Semoga Allah SWT.
senantiasa menjadikan hidup kita penuh dengan kecintaan dan kasih sayang yang
tulus, yang menjadi jembatan untuk masuk ke dalam Surga yang hamparannya seluas
langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.
Semoga Allah menjadikan
kita termasuk dalam golongan orang-orang yang disebutkan dalam hadits qudsi,
Allah SWT berfirman yang artinya,
“Kecintaan-Ku adalah
bagi mereka yang saling mencintai karena Aku, yang saling berkorban karena Aku
dan yang saling mengunjungi karena Aku.”(HR. Ahmad).
Oleh : M. Rofi’i/Mahasiswa
PBA, STAI Syaichona Moh. Cholil Bangkalan