ISRA’
MI’RAJ VS SAINS
Oleh:
Mufti shohib
“
Maha suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu malam dari
masjidil haram sampai masjidil aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar
kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia
adalah dzat yang maha mendengar lagi maha melihat(Q.S. Al Isro’: 1)”
Esensi
makna
Arti kata Isra’
secara etimologi adalah di perjalankan di waktu malam, yaitu perjalan
Rasulullah SAW dimulai dari masjidil haram, Saudi Arabia menuju masjidil
aqsha, palestina melalui kota mekkah-madinah-madyan-betlehem, tepi barat masjidil
aqsha lalu palestina dengan menempuh jarakribuan mil. Sedangkan mi’raj
adalah perjalanan Rasulullah SAW menuju sidratul muntaha denagn menunggangi
burroq dan di temani malaikat Jibril. Dari penjelasan diatas, ketika kita
menilik kembali arti kata isra’, dalam gramatika arab disebut dengan bentuk
lafadz muta’addi dari madlI (asro-yusri) menjalankan, ini
mengindikasikan bahwa dalam peristiwa tersebut terdapat subjek yang
memonitoring perjalanan Rasulullah SAW yaitu Allah SWT sang pemilik scenario.
Fenomena Mi’raj,
menurut salah satu riwayat di sebutkan bahwa latar belakangnya adalah bermula
dari polemic sengit antara langit dan bumi. Bumi berkata pada langit dengan dengan
gaya congkak,’ “aku lebih hebat dari pada kamu karena lautan, mutiara, serta
bangunan-banguna yang indah ada padaku.”. tak mau kalah langitpun menimpali
“ aku yang lebih hebat darimu karena bintang gemintang yang cemerlang, bulan
, langit yang indah dan segala isinya ada padaku” “ aku mimiliki baitullah,
ka’bah, tempat bertawafnya para nabi dan orang-orang mu’min” bumi tetap
bersikukuh dengan pendapatnya. “ ka’bahmu belum sebanding dengan lauh
mahfudz dan baitul makmur tempat tawaf para malaikat yang ada padaku”. “ aku
tetap lebih hebat darimu, krena di wajahku hidup seorang hamba Allah yang
paripurna yaitu Muhammad bin abdillah” bumi berbangga diri. Mendengar
pernyataan bumi yang terakhir langit akhirnya mati kutu, tersipu malu. Ia pun
menangis serta memohon kepada Allah agar Muhammad di naikkan ke langit supaya
ia mendapatkan kebanggaan yang setara dengan kebanggaan bumi. Permintaan iotu
di kabulkan oleh Allah. Akhirnya pada tanggal 27 rajab, Allah memerintah Jibril
untuk membawa burroq dari surge agar menjadi kendaraan Muhammad dalam
perjalanannya
Perspektif
sains
Peristiwa Isra’
mi’raj yang sangat luar biasa, dasawarsa ini mensugesti para ilmuan fisika
untuk mencoba mengurai keluarbiasaan itu. Beberapa tahun yang lalu para pakar
sains dunia menggelar seminar, berupaya membongkar misteri isra’ mi’raj dengan
menginterpretasikan Al-Qur’an dan Hadist nabi melalui pendekatan fisika.
Langkah awal yang lakukan para pakat tersebut ialah mencari kecepatan dengan
menghitung jarak yang di tempuh nabi Muhammad SAW ; makkah-palestina-langit
pertama, kedua hingga ketujuh. melalui penelitian itu mulai terungkap bahwa
kecepatan yang di tempuh oleh Rasulullah SAW, burroq dan malaikat Jibril
melebihi 300.000 km perdetik. Waw.. fantastic. Dahsyat! Sedangkan 300 ribu km
perdedik adalah kecepatan maksimum/tertinggi yang pernah di kenal oleh ilmu
fisika sehinnga dengan ini para ilmuan fisika menyatakan bahwa sebenarnya Jibril
dan burroq adalah makhluk yang berbadan cahaya karena yang bias mencapai
demikian hanyalah proton, yaitu kwantum-kwantum penyusun cahaya yang beratnya
mencapai titik nol. Lalu bagaimana dengan Rasulullah SAW sebagai manusia yang
badannya tersusun dari atom-atom kimia berbobot.? Secara teori tentunya tubuh Rasulullah
SAW SAW akan hancur ketika melakukan maneuver dengan kecepatan setinggi itu. Di
sisi lain, dalam penalaran akal manusia tidak mungkin benda dengan bobot berat
akan mengalami kecepatan 300.000 km perdetik.
Keterbatasan kemampuan
akal manusia memang tidak mampu menjawab polemik di atas. Perntanyaan di atas tak
mampu di jawab oleh pakar fisika. Semua mulut terdiam. Kagum. Dahsyat luar
biasa. Bukan tidak masuk akal, melainkan sulit di nalar akal karena
keterbatasan akal itu sendiri.
Benang merah
Ketidak rasionalan peristiwa Isra’
mi’raj menggambarkan betapa keterbatasan akal manusia sering tidak mampu menalar skenario Allah yang maha kuasa
dan sepantasnya menyadari bahwa kemampuan Allah jauh di atas segalanya. 14 abad
silam, ketika Rasulullah SAW meceritakan perihal isra’nya tidak sedikit yang
tidak percaya pada pernyataan sang Al- Amin tersebut bahkan ada yang
mengklaim bahwa Rasulullah SAW sudah gila tanpa mempertimbangkan bahwa itu
adalah kehendak Allah. Dalam hal ini yang patut kita teladani adalah respon Abu
Bakar Asshiddiq yang dengan tegas mengatakan, “ jangankan Cuma ini.
Lebih dari inipun aku percaya jika yang menceritakan adalah Rasulullah SAW”
*penulis
adalah murid kelas II-b Tsanawiyah asuhan Ust. Nur Mubin.