Kamis, 29 Januari 2015

ISRA’ MI’RAJ VS SAINS (artikel Demangan News Edisi 18)

ISRA’ MI’RAJ VS SAINS

Oleh: Mufti shohib
“ Maha suci Allah yang telah memperjalankan hambanya pada suatu malam dari masjidil haram sampai masjidil aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah dzat yang maha mendengar lagi maha melihat(Q.S. Al Isro’: 1)”
Esensi makna
Arti kata Isra’ secara etimologi adalah di perjalankan di waktu malam, yaitu perjalan Rasulullah SAW dimulai dari masjidil haram, Saudi Arabia menuju masjidil aqsha, palestina melalui kota mekkah-madinah-madyan-betlehem, tepi barat masjidil aqsha lalu palestina dengan menempuh jarakribuan mil. Sedangkan mi’raj adalah perjalanan Rasulullah SAW menuju sidratul muntaha denagn menunggangi burroq dan di temani malaikat Jibril. Dari penjelasan diatas, ketika kita menilik kembali arti kata isra’, dalam gramatika arab disebut dengan bentuk lafadz muta’addi dari madlI (asro-yusri) menjalankan, ini mengindikasikan bahwa dalam peristiwa tersebut terdapat subjek yang memonitoring perjalanan Rasulullah SAW yaitu Allah SWT sang pemilik scenario.
Fenomena Mi’raj, menurut salah satu riwayat di sebutkan bahwa latar belakangnya adalah bermula dari polemic sengit antara langit dan bumi. Bumi berkata pada langit dengan dengan gaya congkak,’ “aku lebih hebat dari pada kamu karena lautan, mutiara, serta bangunan-banguna yang indah ada padaku.”. tak mau kalah langitpun menimpali “ aku yang lebih hebat darimu karena bintang gemintang yang cemerlang, bulan , langit yang indah dan segala isinya ada padaku” “ aku mimiliki baitullah, ka’bah, tempat bertawafnya para nabi dan orang-orang mu’min” bumi tetap bersikukuh dengan pendapatnya. “ ka’bahmu belum sebanding dengan lauh mahfudz dan baitul makmur tempat tawaf para malaikat yang ada padaku”. “ aku tetap lebih hebat darimu, krena di wajahku hidup seorang hamba Allah yang paripurna yaitu Muhammad bin abdillah” bumi berbangga diri. Mendengar pernyataan bumi yang terakhir langit akhirnya mati kutu, tersipu malu. Ia pun menangis serta memohon kepada Allah agar Muhammad di naikkan ke langit supaya ia mendapatkan kebanggaan yang setara dengan kebanggaan bumi. Permintaan iotu di kabulkan oleh Allah. Akhirnya pada tanggal 27 rajab, Allah memerintah Jibril untuk membawa burroq dari surge agar menjadi kendaraan Muhammad dalam perjalanannya
Perspektif sains
Peristiwa Isra’ mi’raj yang sangat luar biasa, dasawarsa ini mensugesti para ilmuan fisika untuk mencoba mengurai keluarbiasaan itu. Beberapa tahun yang lalu para pakar sains dunia menggelar seminar, berupaya membongkar misteri isra’ mi’raj dengan menginterpretasikan Al-Qur’an dan Hadist nabi melalui pendekatan fisika. Langkah awal yang lakukan para pakat tersebut ialah mencari kecepatan dengan menghitung jarak yang di tempuh nabi Muhammad SAW ; makkah-palestina-langit pertama, kedua hingga ketujuh. melalui penelitian itu mulai terungkap bahwa kecepatan yang di tempuh oleh Rasulullah SAW, burroq dan malaikat Jibril melebihi 300.000 km perdetik. Waw.. fantastic. Dahsyat! Sedangkan 300 ribu km perdedik adalah kecepatan maksimum/tertinggi yang pernah di kenal oleh ilmu fisika sehinnga dengan ini para ilmuan fisika menyatakan bahwa sebenarnya Jibril dan burroq adalah makhluk yang berbadan cahaya karena yang bias mencapai demikian hanyalah proton, yaitu kwantum-kwantum penyusun cahaya yang beratnya mencapai titik nol. Lalu bagaimana dengan Rasulullah SAW sebagai manusia yang badannya tersusun dari atom-atom kimia berbobot.? Secara teori tentunya tubuh Rasulullah SAW SAW akan hancur ketika melakukan maneuver dengan kecepatan setinggi itu. Di sisi lain, dalam penalaran akal manusia tidak mungkin benda dengan bobot berat akan mengalami kecepatan 300.000 km perdetik.
Keterbatasan kemampuan akal manusia memang tidak mampu menjawab polemik di atas. Perntanyaan di atas tak mampu di jawab oleh pakar fisika. Semua mulut terdiam. Kagum. Dahsyat luar biasa. Bukan tidak masuk akal, melainkan sulit di nalar akal karena keterbatasan akal itu sendiri.
Benang merah
Ketidak rasionalan peristiwa Isra’ mi’raj menggambarkan betapa keterbatasan akal manusia sering tidak  mampu menalar skenario Allah yang maha kuasa dan sepantasnya menyadari bahwa kemampuan Allah jauh di atas segalanya. 14 abad silam, ketika Rasulullah SAW meceritakan perihal isra’nya tidak sedikit yang tidak percaya pada pernyataan sang Al- Amin tersebut bahkan ada yang mengklaim bahwa Rasulullah SAW sudah gila tanpa mempertimbangkan bahwa itu adalah kehendak Allah. Dalam hal ini yang patut kita teladani adalah respon Abu Bakar Asshiddiq yang dengan tegas mengatakan, “ jangankan Cuma ini. Lebih dari inipun aku percaya jika yang menceritakan adalah Rasulullah SAW”


*penulis adalah murid kelas II-b Tsanawiyah asuhan Ust. Nur Mubin.

0 komentar:

Posting Komentar