Manusia di berbagai negeri sangat antusias menyambut
perhelatan yang hanya setahun sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur pun,
mereka dengan rela dan sabar menunggu pergantian tahun. Namun bagaimanakah
pandangan Islam mengenai perayaan tersebut? Apakah mengikuti dan merayakannya
diperbolehkan? berikut adalah beberapa kerusakan yang terjadi seputar perayaan
tahun baru masehi.
Merayakan
Tahun Baru Berarti Merayakan Ied (Perayaan) yang Haram
Perlu diketahui bahwa perayaan (ied) kaum muslimin hanya ada
dua yaitu Idul Fithri dan Idul Adha. Anas bin Malik mengatakan, “Orang-orang
Jahiliyah dahulu memiliki dua hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun
yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika Nabi Saw tiba di Madinah, beliau
mengatakan, “Dulu kalian memiliki dua hari untuk senang-senang di dalamnya.
Sekarang Allah telah menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih baik yaitu
hari Idul Fithri dan Idul Adha”. (HR. An Nasai No. 1556. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Merayakan
Tahun Baru Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru orang kafir. Dan
sejak dulu Nabi kita Muhammad Saw. sudah mewanti-wanti bahwa umat ini
memang akan mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi dan Nashrani. Kaum
muslimin mengikuti mereka baik dalam berpakaian atau pun berhari raya.
Dari Abu
Sa'id Al Khudri, ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sungguh
kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke
lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.”
Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, Apakah yang diikuti itu
adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim No. 2669, dari Abu Sa'id Al Khudri)
Lihatlah
apa yang dikatakan oleh Nabi Saw. Apa yang beliau katakan benar-benar
nyata saat ini. Berbagai model pakaian orang barat diikuti oleh kaum muslimin,
sampai pun yang setengah telanjang. Begitu pula berbagai perayaan pun diikuti,
termasuk pula perayaan tahun baru ini.
Meninggalkan
Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena begadang semalam suntuk
untuk menunggu detik-detik pergantian tahun, bahkan begadang seperti ini
diteruskan lagi hingga jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi hari,
kebanyakan orang yang begadang seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita
sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara mereka ada yang tidak mengerjakan
shalat Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan di pagi hari. Akhirnya, mereka
tidur hingga pertengahan siang dan berlalulah kewajiban tadi tanpa ditunaikan
sama sekali. Na’udzu billahi min dzalik. Ketahuilah bahwa meninggalkan
satu saja dari shalat lima waktu bukanlah perkara sepele. Bahkan meningalkannya
para ulama sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.
Nabi Saw.
juga mengancam dengan kekafiran bagi orang yang sengaja meninggalkan shalat
lima waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy berkata, “Aku mendengar
Rasulullah Saw. bersabda, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang
kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”( HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah. Dikatakan
shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574) Oleh karenanya, seorang muslim
tidak sepantasnya merayakan tahun baru sehingga membuat dirinya terjerumus
dalam dosa besar.
Begadang
Tanpa Ada Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar'i dibenci oleh Nabi
Saw. Termasuk di sini adalah menunggu detik-detik pergantian tahun yang tidak
ada manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah
Saw. membenci tidur sebelum shalat Isya dan ngobrol-ngobrol setelahnya.”(
HR. Bukhari no. 568)
Terjerumus
dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi saat ini,
perayaan tahun baru pada mereka tidaklah lepas dari ikhtilath (campur
baur antara pria dan wanita) dan berkholwat (berdua-duan), bahkan mungkin lebih
parah dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina dengan kemaluan. Inilah yang
sering terjadi di malam tersebut dengan menerjang berbagai larangan Allah dalam
bergaul dengan lawan jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian tahun
dan ini riil terjadi di kalangan muda-mudi.
Melakukan
Pemborosan yang Meniru Perbuatan Setan
Perayaan malam tahun baru adalah pemborosan besar-besaran
hanya dalam waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap orang menghabiskan
uang pada malam tahun baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon dan segala hal
yang memeriahkan perayaan tersebut, lalu yang merayakan tahun baru sekitar 10
juta penduduk Indonesia, maka hitunglah berapa jumlah uang yang
dihambur-hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru perkiraan setiap orang menghabiskan
Rp. 1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Padahal Allah Swt. telah
berfirman “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al
Isro’: 26-27).
Menyia-nyiakan
Waktu yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-buang waktu. Padahal
waktu sangatlah kita butuhkan untuk hal yang manfaat dan bukan untuk hal yang
sia-sia. Nabi Saw. telah memberi nasehat mengenai tanda kebaikan Islam
seseorang, “Di antara tanda kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan hal
yang tidak bermanfaat baginya.” Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul
Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan waktu lebih jelek dari kematian.
Menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu (membuatmu lalai) dari Allah dan negeri
akhirat. Sedangkan kematian hanyalah memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”( Al Fawa’id, hal. 33)
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah dengan nikmat
waktu yang telah Dia berikan. Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan merayakan
tahun baru. Namun mensyukuri nikmat waktu adalah dengan melakukan ketaatan dan
ibadah kepada Allah, bukan dengan menerjang larangan Allah. Itulah hakekat
syukur yang sebenarnya. Orang-orang yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti
inilah yang Allah cela. Allah Swt. berfirman (yang artinya), “Dan
apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berfikir bagi
orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi
peringatan?” (QS. Fathir: 37). Wallahu A’lam.
0 komentar:
Posting Komentar